Kasus Korupsi M. Nazaruddin "Wisma Atlet"


Kata Pengantar

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah “, Korupsi “, dalam Mata Kuliah Sistem Informasi Akuntansi. Makalah ini di buat sesuai dengan tujuan yang akan di capai pada setiap perkuliahan yang di laksanakan. Kami merasakan sangat bermanfaat dengan menyelesaikan makalah ini, karena bisa mengetahui lebih dalam tentang kasus korupsi yang di lakukan M.Nazzarudin syang mana menjabat sebagai asisten Menteri Pemuda dan Olah Raga di Indonesia.
Dengan menyelesaikan Makalah ini, tidak jarang kami menemui kesulitan. Namun kami akan berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikannya. 
Dengan selesainya makalah ini, Semoga dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.
Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran, dari semua pihak yang membaca. Kritik dan saran yang akan anda berikan akan berguna bagi kami untuk membuat makalah menjadi lebih baik . Terima Kasih

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kasus korupsi menjadi topik yang menarik untuk dibahas. Penjelasan
mengenai korupsi secara yuridis, sebagaimana tertulis dalam pasal 2 ayat (1) UU
No.20 Tahun 2001, yang merupakan revisi dari UU No.31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa istilah “korupsi” kemudian
dipersempit menjadi: “Setiap orang, baik pejabat pemerintah maupun swasta yang
melawan hukum dengan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.
Korupsi yang terus bergulir dan berkembang, menjadi permasalahan yang
sangat kompleks di Indonesia karena dampak yang ditimbulkan dapat
memperburuk kondisi perekonomian negara yang berimbas pada kesejateraan
masyarakat.
Image mengenai pelaku korupsi, atau yang biasa disebut dengan koruptor,
justru sangat melekat di tubuh pejabat pemerintahan. Mengapa? Karena beberapa
kasus korupsi yang kerap kali terjadi di Indonesia terbukti dilakukan oleh para
wakil rakyat. Beberapa contoh kasus korupsi oleh pejabat pemerintahan misalnya
kasus Al Amin Nasution tentang keterlibatannya dalam kasus suap dengan Sekda
Binta Azirwan dalam proyek hutan lindung. Selain itu, mantan Ketua Komisi IV
DPR Yusuf Emir Faishal juga pernah tersandung kasus aliran dana dari alih fungsi
hutan bakau Tanjung Api-api. Atau kasus korupsi yang terjadi beberapa waktu
lalu, yaitu dugaan penyelewengan dana pembangunan proyek Wisma Atlet SEA
Games di Palembang, Sumatera Utara, yang menyeret beberapa nama penting `di
pemerintahan. Sungguh disayangkan, mengingat bahwa mereka seharusnya
menggunakan uang tersebut untuk menjalankan roda perekonomian negara dan
menyejahterakan rakyat, tetapi malah diselewengkan untuk kepentingan pribadi.
Proyek Wisma Atlet SEA Games di Palembang saat ini tengah menjadi
sorotan publik, karena wisma atlet dibangun dengan tujuan untuk menyambut
perayaan SEA Games 2011. Namun pembangunan tersendat dengan adanya
penyelewengan dana pembangunan proyek oleh beberapa pihak. Dalam kasus ini,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan empat orang tersangka
utama yang menjadi dalang dari tindak pidana korupsi proyek bernilai Rp 191,6
miliar tersebut. Mereka adalah Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid
Muharam, Manajer PT Duta Graha Indah Muhammad El Idris, Manajer PT Anak
Negeri Mindo Rosalina Manulang, serta Anggota Badan Anggaran DPR RI,
Muhammad Nazaruddin. Wafid dan El Idris berhasil ditangkap pada pertengahan
tahun 2010, kemudian Mindo Rosalina akhirnya ditangkap pada bulan Juni 2011,
dan Muhammad Nazaruddin yang masih menjadi buron.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Busyro Muqoddas, menyatakan
bahwa Nazaruddin terlibat setidaknya 31 kasus dugaan korupsi dan hampir semua
kasus tersebut merupakan proyek di berbagai kementerian yang dibiayai dengan
menggunakan Anggaran Belanja Negara (ABN). Nilai proyeknya diperkirakan
mencapai lebih dari Rp6 triliun. Nazaruddin terseret ke pusaran kasus dugaan
korupsi Wisma Atlet setelah Rosalina menyebut-nyebut namanya saat dia
diperiksa oleh KPK. Tak hanya itu, Rosalina pun mengaku bahwa Nazaruddin lah
yang memperkenalkan dia kepada Wafid dan Muhammad El Idris .
Pengakuan yang dilakukan oleh Rosalina terkait dengan keterlibatan
Nazaruddin tersebut mendapat penolakan dari pihak Nazaruddin. Sejak peristiwa
tersebut mulai mencuat di ranah publik, Nazaruddin sangat sulit untuk ditemui.
Melalui siaran pers elektronik, Nazaruddin telah membantah dengan tegas bahwa
ia tidak memiliki hubungan bisnis dengan Rosalina. Nazarudddin mengatakan
bahwa semua tudingan atas dirinya itu tidak benar, sampai pada akhirnya fakta
berkata lain. Ia ditetapkan sebagai tersangka utama yang terlibat dalam kasus
dugaan suap Wisma Atlet. Cukup sulit untuk menemukan keberadaan Nazaruddin
karena ia selalu berpindah dari satu negara ke negara yang lain tanpa diketahui
oleh pihak yang berwajib. Namun berkat kerjasama dari sama interpol, Polri,
KPK, Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Luar Negeri,
Muhammad Nazaruddin akhirnya bisa ditangkap pada tangggal 7 Agustus 2011 di
kota wisata Cartagena, Kolombia.
B. Rumusan masalah

A.    Apa pengertian Korupsi ?
B.    Apa saja faktor penyebab terjadinya korupsi ?
C.    Apa saja contoh korupsi di indonesia?
D.    Bagaimana cara mencegah dan memberantas korupsi ?

C. Tujuan
Mengetahui pengertian korupsi dan mengetahui faktor penyebab danmengetahui bagaimana cara mencegah korupsi dan menambah wawasan.

BAB II
LANDASAN TEORI
1.     Pengertian Korupsi
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
·   perbuatan melawan hukum,
·   penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
·   memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
·   merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah
·   memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
·   penggelapan dalam jabatan,
·   pemerasan dalam jabatan,
·   ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri)
·   menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

2.     Faktor penyebab terjadinya korupsi
  • Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
  • Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
  • Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
  • Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
  • Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
  • Lemahnya ketertiban hukum.
  • Lemahnya profesi hukum.
  • Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
  • Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain " pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)
  • Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
  • Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".
4. Daftar kasus korupsi di Indonesia
  • Kasus dugaan korupsi Soeharto: dakwaan atas tindak korupsi di tujuh yayasan
  • Pertamina: dalam Technical Assistance Contract dengan PT Ustaindo Petro Gas
  • Bapindo: pembobolan di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) oleh Eddy Tansil
  • HPH dan dana reboisasi: melibatkan Bob Hasan, Prajogo Pangestu, sejumlah pejabat Departemen Kehutanan, dan Tommy Soeharto.
  • Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI): penyimpangan penyaluran dana BLBI
  • Abdullah Puteh: korupsi APBD.
·         M Nazarudin : Korupsai  APBD kasus proyek Hambalang
  • Alfian Andi Malarangeg : Korupsi kasusu proyek Hambalang
  • Lutfhi Hasan Isqak : Korupsi impor daging sapi
  • Ahmad Fatanan : : Korupsi impor daging sapi

5. Strategi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
                Di dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2012 menyatakan bahwa strategi  Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) memiliki visi jangka panjang dan menengah. Visi periode jangka panjang (2012-2025) adalah: “terwujudnya kehidupan bangsa yang bersih dari korupsi dengan didukung nilai budaya yang berintegritas”. Adapun untuk jangka menengah (2012-2014) bervisi “terwujudnya tata kepemerintahan yang bersih dari korupsi dengan didukung kapasitas pencegahan dan penindakan serta nilai budaya yang berintegritas”. Visi jangka panjang dan menengah itu akan diwujudkan di segenap ranah, baik di pemerintahan dalam arti luas, masyarakat sipil, hingga dunia usaha.
Untuk mencapai visi tersebut, maka dirancang 6 strategi yaitu :

Pencegahan. Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya. Melalui strategi pencegahan, diharapkan muncul langkah berkesinambungan yang berkontribusi bagi perbaikan ke depan. Strategi ini merupakan jawaban atas pendekatan yang lebih terfokus pada pendekatan represif. Paradigma dengan pendekatan represif yang berkembang karena diyakini dapat memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor). Sayangnya, pendekatan represif ini masih belum mampu mengurangi perilaku dan praktik koruptif secara sistematis-massif. Keberhasilan strategi pencegahan diukur berdasarkan peningkatan nilai Indeks Pencegahan Korupsi, yang hitungannya diperoleh dari dua sub indikator yaitu Control of Corruption Index dan peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business) yang dikeluarkan oleh World Bank. Semakin tinggi angka indeks yang diperoleh, maka diyakini strategi pencegahan korupsi berjalan semakin baik.

Penegakan Hukum. Masih banyak kasus korupsi yang belum tuntas, padahal animo dan ekspektasi masyarakat sudah tersedot sedemikian rupa hingga menanti-nanti adanya penyelesaian secara adil dan transparan. Penegakan hukum yang inkonsisten terhadap hukum positif dan prosesnya tidak transparan, pada akhirnya, berpengaruh pada tingkat kepercayaan (trust) masyarakat terhadap hukum dan aparaturnya. Dalam tingkat kepercayaan yang lemah, masyarakat tergiring ke arah opini bahwa hukum tidak lagi dipercayai sebagai wadah penyelesaian konflik. Masyarakat cenderung menyelesaikan konflik dan permasalahan mereka melalui caranya sendiri yang, celakanya, acap berseberangan dengan hukum.

Belum lagi jika ada pihak-pihak lain yang memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum demi kepentingannya sendiri, keadaaan bisa makin runyam. Absennya kepercayaan di tengah-tengah masyarakat, tak ayal, menumbuhkan rasa tidak puas dan tidak adil terhadap lembaga hukum beserta aparaturnya. Pada suatu tempo, manakala ada upaya-upaya perbaikan dalam rangka penegakan hukum di Indonesia, maka hal seperti ini akan menjadi hambatan tersendiri. Untuk itu, penyelesaian kasus-kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat mutlak perlu dipercepat. Tingkat keberhasilan strategi penegakan hukum ini diukur berdasarkan Indeks Penegakan Hukum Tipikor yang diperoleh dari persentase penyelesaian setiap tahapan dalam proses penegakan hukum terkait kasus Tipikor, mulai dari tahap penyelesaian pengaduan Tipikor hingga penyelesaian eksekusi putusan Tipikor. Semakin tinggi angka Indeks Penegakan Hukum Tipikor, maka diyakini strategi Penegakan Hukum berjalan semakin baik.

Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan. Meratifikasi UNCAC, adalah bukti konsistensi dari komitmen Pemerintah Indonesia untuk mempercepat pemberantasan korupsi. Sebagai konsekuensinya, klausul-klausul di dalam UNCAC harus dapat diterapkan dan mengikat sebagai ketentuan hukum di Indonesia. Beberapa klausul ada yang merupakan hal baru, sehingga perlu diatur/diakomodasi lebih-lanjut dalam regulasi terkait pemberantasan korupsi selain juga merevisi ketentuan di dalam regulasi yang masih tumpang-tindih menjadi prioritas dalam strategi ini. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan persentase kesesuaian regulasi anti korupsi Indonesia dengan klausul UNCAC. Semakin mendekati seratus persen, maka peraturan perundang-undangan terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia semakin lengkap dan sesuai dengan
common practice yang terdapat pada negara-negara lain.

Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil Tipikor. Berkenaan dengan upaya pengembalian aset hasil tipikor, baik di dalam maupun luar negeri, perlu diwujudkan suatu mekanisme pencegahan dan pengembalian aset secara langsung sebagaimana ketentuan UNCAC. Peraturan  perundang-undangan Indonesia belum mengatur pelaksanaan dari putusan penyitaan (perampasan) dari negara lain, lebih-lebih terhadap perampasan aset yang dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan dari suatu kasus korupsi (confiscation without a criminal conviction). Penyelamatan aset perlu didukung oleh pengelolaan aset negara yang dilembagakan secara profesional agar kekayaan negara dari aset hasil tipikor dapat dikembalikan kepada negara secara optimal. Keberhasilan strategi ini diukur dari persentase pengembalian aset hasil tipikor ke kas negara berdasarkan putusan pengadilan dan persentase tingkat keberhasilan (success rate) kerjasama internasional terkait pelaksanaan permintaan dan penerimaan permintaan Mutual Legal Assistance (MLA) dan Ekstradisi. Semakin tinggi pengembalian aset ke kas negara dan keberhasilan kerjasama internasional, khususnya dibidang tipikor, maka strategi ini diyakini berjalan dengan baik.

Pendidikan dan Budaya Antikorupsi. Praktik-praktik korupsi yang kian masif memerlukan itikad kolaboratif dari Pemerintah beserta segenap pemangku kepentingan. Wujudnya, bisa berupa upaya menanamkan nilai budaya integritas yang dilaksanakan secara kolektif dan sistematis, baik melalui aktivitas pendidikan anti korupsi dan internalisasi budaya anti korupsi di lingkungan publik maupun swasta. Dengan kesamaan cara pandang pada setiap individu di seluruh Indonesia bahwa korupsi itu jahat, dan pada akhirnya para individu tersebut berperilaku aktif mendorong terwujudnya tata-kepemerintahan yang bersih dari korupsi diharapkan menumbuhkan prakarsa-prakarsa positif bagi upaya PPK pada khususnya, serta perbaikan tata-kepemerintahan pada umumnya. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan Indeks Perilaku Antikorupsi yang ada dikalangan tata-kepemerintahan maupun individu di seluruh Indonesia. Semakin tinggi angka indeks ini, maka diyakini nilai budaya anti korupsi semakin terinternalisasi dan mewujud dalam perilaku nyata setiap individu untuk memerangi tipikor.

Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan Pemberantasan Korupsi. Strategi yang mengedepankan  penguatan mekanisme di internal Kementerian/Lembaga, swasta, dan masyarakat, tentu akan memperlancar aliran data/informasi terkait progres pelaksanaan ketentuan UNCAC. Konsolidasi dan publikasi Informasi di berbagai media, baik elektronik maupun cetak, termasuk webportal PPK, akan mempermudah pengaksesan dan pemanfaatannya dalam penyusunan kebijakan dan pengukuran kinerja PPK. Keterbukaan dalam pelaporan kegiatan PPK akan memudahkan para pemangku kepentingan berpartisipasi aktif mengawal segenap upaya yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga publik maupun sektor swasta. Keberhasilannya diukur berdasarkan indeks tingkat kepuasan pemangku kepentingan terhadap laporan PPK. Semakin tinggi tingkat kepuasan pemangku kepentingan, maka harapannya, semua kebutuhan informasi dan pelaporan terkait proses penyusunan kebijakan dan penilaian progres PPK dapat semakin terpenuhi sehingga upaya PPK dapat dikawal secara  berkesinambungan dan tepat sasaran.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yangsecara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsurdalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diridengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negarauntuk kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnyapendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaanlingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber dayamanusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidangdemokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.
B. Saran
Korupsi merupakan faktor utama penyebab masalah sosial, korupsi harus kita cegah dan harus kita hindari, pencegahan korupsi berawaldari lingkungan keluarga, keluarga harus berperan aktif untuk mendidik dan mengajarkan tentang pentingnya sebuah kejujuran, dan tentunya harus dimulai dari diri pribadi kita masing masing.

DAFTAR PUSTAKA

(http://olagragasport.blogspot.com/2013/06/makalah-masalah-korupsi.html)
(http://stkip.files.wordpress.com/2011/05/isbd.pdf)
(e-journal.uajy.ac.id/2801/2/1KOM03897.pdf)



Komentar