Teknologi Mata Elang


Ujian Teknologi Mata Elang di Piala Sudirman 2013.

Kok bulutangkis (Getty Images/Michael Regan)



Pada kejuaraan beregu seperti Piala Sudirman, tekanan mental pemain bisa lebih mendera ketimbang kejuaraan perseorangan. Sebab, mereka seakan-akan punya tanggung jawab lebih besar karena bermain untuk tim, bukan mencari kemenangan sendiri.
Tak heran bila urusan apakah kok masuk atau tidak amatlah penting. 
Namun, lewat teknologi mata elang (instant-review technology), tekanan mental itu bisa sedikit dikurangi. Bila tidak percaya dengan keputusan hakim haris, pemain bisa meminta melihat tayangan ulang jatuhnya kok (seperti yang biasa terjadi di tenis).

Pada Piala Sudirman 19 Mei 2013 di Kuala Lumpur, Malaysia, teknologi ini akan diujicoba oleh Federasi Bulutangkis Dunia (BWF). Setelah itu teknologi mata elang akan benar-benar dipakai di Indonesia Terbuka Superseries Premier bulan Juni mendatang.

Kehadiran teknologi mata elang memang tidak serta-merta membuat keadaan langsung jauh lebih baik. Namun, inilah salah satu cara yang bisa digunakan sebagai pemacu kepercayaan diri pemain. Berdasarkan pengalaman, tidak sedikit pemain Indonesia yang jadi bermain berantakan gara-gara kecewa dengan keputusan wasit. Mereka kehilangan konsentrasi dan tidak bermain maksimal.

Sebagai contoh, Taufik Hidayat. Pemain tunggal putra peraih emas Olimpiade Athena 2004 itu merupakan salah seorang pemain yang kerap tak akur dengan keputusan hakim garis. Di Hong Kong Open 2006, Taufik pernah protes hingga meninggalkan arena gara-gara wasit mengubah keputusannya soal kok Lin Dan. Yang awalnya keluar, dibilang masuk. Karena Taufik meninggalkan arena, Lin Dan pun melenggang mudah ke semifinal.

Itu bukan satu-satunya cerita dari Taufik. Dia juga mengungkapkan kekecewaan atas keputusan hakim garis saat berlaga di India Open Superseries pada akhir Maret 2013. Meski sukses menaklukkan pemain andalan tuan rumah, Kashyap Parupalli lewat permainan rubber set, dengan skor 13-21, 23-21, 21-18 di babak pertama, Taufik tak sepenuhnya puas. 

Saat kedudukan 16-15 game ketiga, Taufik sempat mengajukan protes atas keputusan hakim garis. Menurutnya, pengembalian di sisi sebelah kiri lapangan Kashyap masih jatuh di dalam lapangan. Namun, hakim garis menyatakan kok keluar. Untungnya, Taufik masih bisa mengendalikan diri dan melanjutkan permainan.

Ketua Komisi Atlet, Emma Mason, menyambut baik kabar seperti ini. “Ini akan perkembangan penting bagi pemain kita dan untuk bulutangkis secara keseluruhan,” kata mantan pemain Skotlandia itu. BWF Deputy President, Paisan Rangsikitpho pun menilai kebijakan mendatangkan teknologi baru ini bisa menjadi bukti bahwa bulutangkis juga terus melakukan pengembangan.

Baginya, tujuan utama kehadiran teknologi mata elang adalah menciptakan sportivitas lebih baik. “Aturan mainnya pun sama seperti cabang olahraga lainnya tetapi mungkin teknologi yang digunakan sedikit berbeda. Yang utama memang bagaimana agar setiap pertandingan bisa berlangsung adil,” kata Rangsikitpho.

Penerapan teknologi mata elang untuk bulu tangkis memang baru langkah awal. Masalah lain yang mungkin muncul adalah terkait penetapan melihat jatuhnya kok. Apakah cukup melihat ujung pemberatnya saja, atau sampai dengan bulu-bulu yang menjadi bagian kok? 

Rangsikitpho memastikan hal ini yang akan terus diperhatikan sambil mengembangkan teknologi yang paling tepat. Utamanya, teknologi baru ini bisa membantu para pemain sedikit mereduksi tekanan mental mereka dalam pertandingan beregu.

Mari berharap itulah yang akan terjadi di Piala Sudirman — bukan justru sebaliknya.

Sumber:

Komentar