BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Association
of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang pada awal pembentukannya pada tahun
1967, lebih ditujukan pada kerjasama yang berorientasi politik untuk mencapai
perdamaian dan keamanan di kawasan Asia Tenggara, dalam perjalanannya berubah
menjadi kerjasama regional dengan memperkuat semangat stabilitas ekonomi dan
sosial di kawasan Asia Tenggara, antara lain melalui percepatan pertumbuhan
ekonomi, kemajuan sosial dan budaya dengan tetap memperhatikan kesetaraan dan
kemitraan, sehingga menjadi landasan untuk terciptanya masyarakat yang
sejahtera dan damai. ASEAN yang resmi terbentuk pada tanggal 8 Agustus 1967 di
Bangkok, Thailand adalah merupakan kerjasama regional didirikan oleh lima
negara di kawasan Asia Tenggara yaitu; Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura
dan Thailand berdasarkan kesepakatan ”Deklarasi Bangkok” yang ditanda tangani
secara bersama-samadan isinya sebagai berikut :
”Membentuk suatu landasan
kokoh dalam meningkatkan kerjasama regional di kawasan Asia Tenggara dengan
semangat keadilan dan kemitraaan dalam rangka menciptakan perdamaian, kemajuan
dan kemakmuran kawasan.”
Sejak awal didirikan ASEAN
bercita-cita mewujudkan Asia Tenggara bersatusehingga keanggotaan ASEAN terus
mengalami perluasan menjadi sepuluh negaraanggota yaitu Filipina, Indonesia,
Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalamtahun 1984, Vietnam tahun 1995,
Laos tahun 1997, Myanmar tahun 1997, danCambodia tahun 1999. Pada saat yang
bersamaan kawasan Asia Tenggara menghadapi persoalan-persoalan baru yang muncul
baik secara internal maupun eksternal.
Pasar
bebas ASEAN adalah sebuah keniscayaan. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di bidang keuangan dan perbankan
akan berlaku pada tahun 2020. Sanggupkah Indonesia bersaing langsung menghadapi
gempuran layanan keuangan dan perbankan dari negara tetangga? Ataukah justru
produk keuangan dan perbankan kita yang berjaya di negara lain?
Menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2020 tersebut, para pelaku industri perbankan mulai berbenah.
Mereka sadar betul kekuatan bank asing yang bakal mereka hadapi. Dilansir dari
Kontan.co.id, Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan,
bank-bank nasional Indonesia akan berhadapan dengan bank-bank negara tetangga,
yang aset dan modalnya kemungkinan besar mencapai 10 sampai dengan 20 kali
lipat dibandingkan perbankan nasional di tahun 2020 nanti.
Kita ambil contoh, DBS Group
Holding. Perbankan milik Pemerintah Singapura ini merajai perbankan ASEAN
dengan aset sebesar US$ 318,4 miliar. Sementara, dari daftar 15 besar bank
terbesar, hanya Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang mewakili
pemerintah.
Indonesia
kini tengah berpacu dengan waktu dalam menyambut pelaksanaan pasar bebas Asia
Tenggara atau biasa disebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan
dimulai pada tahunn 2015. ASEAN telah menyepakati sektor-sektor prioritas
menuju momen tersebut. Ketika berlangsung ASEAN Summit ke-9 tahun 2003
ditetapkan 11 Priority Integration Sectors (PIS). Namun pada tahun 2006 PIS
yang ditetapkan berkembang menjadi 12 yang dibagi dalam dua bagian yaitu tujuh
sektor barang industri dan lima sektor jasa. Ke-7 sektor barang industri
terdiri atas produk berbasis pertanian, elektronik, perikanan, produk berbasis
karet, tekstil, otomotif, dan produk berbasis kayu. Sedangkan kelima sektor
jasa tersebut adalah transportasi udara, e-asean, pelayanan kesehatan, turisme
dan jasa logistik.
Rumusan Masalah
1. apa saja yang perlu di persiapkan menghadapi pasar bebas ASEAN?
2. bagaimana peluang
perbankan Indonesia dalam menghadapi pasar bebas asean ?
3. Mana saja kawasan perdagangan pasar bebas ASEAN ?
4. apakah Indonesia siap dengan adanya perdagangan internasional seperti pasar ASEAN?
BAB II
PEMBAHASAN
Yang Perlu dipersiapkan menghadapi pasar bebas ASEAN
Pasar Bebas ASEAN merupakan suatu wujud kesepakatan dari negara-negara di Asia Tenggara untuk membentuk ASEAN Economic Community (AEC) yang direncanakan akan tercapai pada tahun 2015. Dengan adanya
AEC ini, diharapkan akan terjadi peningkatan arus barang, jasa,
investasi, tenaga yang terampil dan aliran modal antar negara di Asia
Tenggara sehingga nantinya dapat meningkatkan daya saing di pasar duni.
Bisa dipastikan tenaga kerja asing beserta produk barang dan jasanya
banyak yang akan masuk ke Indonesia, lalu apakah tenaga kerja Indonesia
mampu bersaing dengan negara lain? Jawabannya ada pada generasi mudanya,
terutama usia antara 17-35 tahun yang merupakan rentang usia produktif
akan lebih mudah untuk mempersiapkannya. Lalu apa saja yang perlu
dipersiapkan?
1) Pendidikan mental dan moral, untuk mempersiapkan generasi muda
yang jujur dan tidak curang, serta siap mental untuk mengelola dana
dalam jumlah banyak maupun sedikit.
2) Menanamkan sejak dini gerakan cinta dan beli produk Indonesia.
Sebuah gerakan yang bertujuan untuk menggugah rasa bangga sekaligus
mendorong masyarakat dalam menghargai, mencintai dan menggunakan produk
maupun jasa dalam negeri.
3) Menumbuhkan semangat berwirausaha, karena 9 dari 10 pintu rezeki
itu ada pada perdagangan atau wirausaha. (3) Diharapkan dengan semangat
ini, generasi muda mampu menghasilkan produk barang, jasa maupun ide
kreatif sehingga mampu meningkatkan kualitas ekspor sekaligus mengurangi
jumlah pengangguran di Indonesia.
4) Memperbanyak relasi atau teman. Dengan memiliki teman sebanyak
mungkin baik itu di dunia maya maupun nyata, akan lebih mudah untuk
mendapatkan informasi mengenai pekerjaan yang diinginkan.
5) Mencari inspirasi sebanyak mungkin. Bisa dengan berdiskusi,
membaca, mendengarkan radio, melihat film maupun memperhatikan hal-hal
yang ada di sekitar kita.
6) Mengikuti seminar dan pelatihan, hal ini diharapkan dapat melatih ketrampilan dan kreatifitas generasi muda.
7) Berusaha menghasilkan karya yang unik dan kreatif. Tidak harus
benar-benar beda dengan yang lain, setidaknya mencoba untuk
mengaplikasikan prinsip ATM (amati, tiru dan modifikasi). Dengan membuat
produk yang beda dengan yang lain membuat konsumen memberikan nilai
tambah sendiri. Sehingga bukan hanya sekedar persaingan harga yang dapat
membunuh pasar, terutama bagi mereka yang memiliki sedikit modal tentu
akan kalah dengan yang memiliki banyak modal.
Itu tadi tujuh hal yang menurut saya perlu dipersiapkan bagi generasi
muda untuk meningkatkan daya saing dalam menghadapi pasar bebas ASEAN
2015 nantinya. Tidak ada kata terlambat selama kita mau berusaha, kalau
bukan sekarang kapan lagi, kalau bukan kita siapa lagi?
Peluang Perbankan Indonesia Menghadapi pasar bebas ASEAN
Peluang perbankan Indonesia di pasar bebas
aseansebenarnya cukup besar. Paling tidak bagi Indonesia ada beberapa faktor
yang mendukung seperti peringkat Indonesia yang berada pada rangking 16 dunia
dalam besaran skala ekonomi dengan 108 juta penduduk. Dimana, jumlah penduduk
ini merupakan kelompok menengah yang sedang tumbuh. Sehingga berpotensi sebagai
pembeli barang-barang impor (sekitar 43 juta penduduk).
Kemudian perbaikan peringkat
investasi Indonesia oleh lembaga pemeringkat dunia, dan masuknya Indonesia
sebagai peringkat ke 4 prospective destination berdasarkan UNCTAD world
investement report. Dan, pemerintah sendiri telah menerbitkan aturan (keputusan
Presiden) No.37/2014 yang memuat banyak indicator yang harus dicapai dalam
upaya untuk meningkatkan daya saing nasional dan kesiapan menghadapi MEA yang
akan dimulai 2015 itu.
Dan awal September lalu
diterbitkan juga inpres No.6/2014, tentang peningkatan daya saing menghadapi
Masyarakat Ekonomi Asean, pemerintah Indonesia sudah menyiapkan pengembangan
sector industry, agar bisa bersaing di pasar bebas ASEAN itu. Sebut saja upaya
pengembangan industry perbankan yang masuk dalam 10 pengembangan industry yang
harus diantar kegerbang pasar bebas dengan semua keunggulanya .
Menjelang beberapa bulan
penerapan MEA, semua sector memang harus dihadapi, siap tidak siap.industri
perbankan di Indonesia tan hanya harus menjadi tuan rumah di negara sendiri,
tapi juga memperlebar ekspansinya kenegara ASEAN lainya. Dan, para pengambil
kebijakan sudah sewajarnya mendorong kalangan perbankan nasional menyiapkan
SDM, memperkuat modal didalam rangka penerapan Basel III dan membangun sistem
teknologi yang yang terintegratif.
Mana Saja Kawasan dari Pasar Bebas ASEAN
Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (Bahasa Inggris: ASEAN Free Trade Area, AFTA)[1] adalah sebuah persetujuan oleh ASEAN mengenai sektor produksi lokal di seluruh negara ASEAN.
Ketika persetujuan AFTA ditandatangani resmi, ASEAN memiliki enam anggota, yaitu, Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung pada 1995, Laos dan Myanmar pada 1997 dan Kamboja pada 1999. AFTA sekarang terdiri dari sepuluh negara ASEAN. Keempat pendatang baru tersebut dibutuhkan untuk menandatangani persetujuan AFTA untuk bergabung ke dalam ASEAN, namun diberi kelonggaran waktu untuk memenuhi kewajiban penurunan tarif AFTA.
Siapkah Indonesia dengan adanya perdagangan internasional seperti pasar ASEAN?
Perdagangan internasional…Rasanya kata-kata itu semakin lama semakin akrab ditelinga kita. Rasanya tidak pernah terdengar istilah pertanian internasional atau industri internasional. Kalau untuk kedua sektor terakhir yang saya sebut itu istilah yang lazim terdengar ya misalnya pengembangan industri atau pengembangan pertanian. Ok lah, kita kembali kepada topik kita yaitu perdagangan internasional. Kata perdagangan biasanya bisa tetap “bunyi” kalau dikaitkan dengan kata “global” atau “liberalisasi”. Misalnya Perdagangan Global atau Liberalisasi Perdagangan. Bukan tujuan saya untuk tulis yang “berat” untuk urusan yang satu ini. Biar para pakar ekonomi yang bicara lebih “ilmiah” dalam tulisan mereka. Saya cuma mengamati bahwa Indonesia ini dengan berbagai potensi yang ada tidak bisa lepas dari urusan yang satu ini. Indonesia sangat punya kepentingan dalam menempatkan dirinya dalam kancah internasional alias hubungan antar bangsa. Sebaliknya, dunia juga sangat berkepentingan dengan Indonesia dengan mempertimbangkan potensinya. Begitu yakinnya kita atas kedudukan dan potensi negeri kita tercinta ini sampai sebuah institusi pemerintah yang mengurus masalah perdagangan juga punya slogan “Apa Artinya Dunia tanpa Indonesia”. Hebat bukan??? Rasanya slogan itu tidak salah. Bukannya terlalu “gede rasa” alias GR, namun kenyataan menunjukkan demikian. Bisa apa ASEAN Economic Community 2015 tanpa Indonesia? Mau apa WTO kalau Indonesia tidak mau menuruti sistem perdagangan multilateral yang ada? Mau apa negara anggota ASEAN lainnya kalau Indonesia tidak mau bersama-sama mereka buat persetujuan perdagangan bebas dengan pihak lain seperti China, Korea, Australia/New Zealand, India dan lain-lain? Mau apa Jepang atau negara-negara lainnya kalau Indonesia tidak berkehendak buat persetujuan perdagangan bebas secara bilateral dengan mereka? Ya…bisa apa mereka terhadap Indonesia yang letaknya strategis dengan berbagai jenis kekayaan alamnya dan jumlah penduduk yang lebih dari 200 juta. Ya…slogan tersebut diatas kalau mau ditafsirkan bisa seperti yang saya sebutkan diatas. Tapi apakah Indonesia akan bersikap seperti itu? Rasanya tidak karena bangsa Ini dikenal sebagai bangsa yang ramah dan sejak dahulu kala sangat terbuka terhadap ide dan pemikiran dari manapun juga, sehingga dapat dipastikan secara umum mempunyai sikap yang toleran. Hal ini dibuktikan dengan peran aktif Indonesia pada berbagai arena internasional baik politik, ekonomi dan budaya. Di arena perdagangan multilateral, Indonesia walaupun namanya masih Republik Indonesia Serikat mulai 28 Desember 1949 sudah mulai berkecimpung dalam Interim Commission for International Trade Organization (sebelum GATT bahkan WTO terbentuk), kemudian termasuk salah satu negara pendiri World Trade Organization alias WTO pada tahun 1995. Untuk ASEAN?? Wah jangan tanya untuk yang satu ini. Selain sebagai anggota awal (bahkan pengagas) ASEAN, peran Indonesia termasuk dalam upaya membuat kawasan ini damai dan maju jelas tidak bisa dikesampingkan. Di bidang perdagangan, secara bersama membuat preferensi perdagangan antar negara anggota ASEAN, terus membentuk Area Perdagangan Bebas ASEAN alias AFTA sampai kepada cita-cita membuat kawasan ini terintegrasi secara ekonomi dalam bentuk Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) pada tahun 2020 selanjutnya dengan yakin diri diajukan target waktunya menjadi 2015. Dalam kerjasama kawasan yang lebih luas yaitu di Asia Pasifik, dikenal juga Deklarasi Bogor yang punya cita-cita membebaskan arus lalu lintas perdagangan dari berbagai hambatan pada tahun 2010 untuk anggota APEC yang ekonominya maju dan pada tahun 2020 untuk anggota APEC yang ekonominya masih berkembang. Pada arena kerjasama bilateral, dibidang perdagangan kerjasamanya bisa bermacam-macam mulai dari persetujuan yang sifatnya memfasilitasi hubungan perdagangan sampai kepada kerjasama saling memberi preferensi perdagangan bahkan lebih luas lagi dalam bentuk persetujuan perdagangan bebas maupun kerjasama ekonomi perdagangan bilateral yang lebih komprehensif. Dalam kaitan ini sudah diselesaikan proses perundingan dengan Jepang dan terbentuk suatu kerjasama ekonomi yang sifatnya komprehensif antara Indonesia dengan Jepang. Sejumlah negara lain bakal menyusul seperti dengan Australia dan India dan mungkin juga dengan kelompok negara seperti EFTA di benua Eropa. Semua yang saya utarakan diatas menggambarkan bahwa bangsa ini sudah teruji untuk bertahan ditengah perubahan dan dinamika dalam kancah hubungan internasional sejak dulu. Soal kesiapan ya memang harus selalu siap. Bayangkan para pendahulu kita dalam kancah diplomasi perdagangan internasional yang kalau dipikir-pikir jumlahnya pasti sangat terbatas dengan fasilitas maupun dukungan anggaran yang tentunya tidak selengkap sekarang. Apalagi kalau bicara tentang keterbatasan sumber daya manusia, mestinya ya sangat…sangat terbatas waktu itu. Nah disini ujung dari hal yang saya pikirkan. Bangsa kita bukanlah bangsa yang tertutup bahkan sangat terbuka. Keterbukaan ini membuat kita disatu sisi membuat kita bisa lebih dapat mengembangkan diri namun disisi lainnya memerlukan kesiapan kita untuk tetap bertahan. Yang terakhir ini penting sekali karena jaman sekarang ini tipis beda antara “kerjasama” dan “dikerjain sama-sama”. Kita tentunya ingin kerjasama yang sejajar bukan dikerjain apalagi dikerjain secara bersama-sama oleh pihak lain. Disini diperlukan kesiapan untuk terus menerus bersiap termasuk meningkatkan kapasitas kita semua, kapasitas seluruh bangsa kita. Indonesiaku….siap tidak siap kita mesti siap. Kalau mengacu kepada Soekarno sang Bapak Bangsa ingat seruan beliau “Ini Dadaku – Mana Dadamu!!!”. Kayaknya masih relevan dalam konteks saat ini. Kita pasti siap. Merdeka!!!
Kesimpulan
Dengan diterapkannya perdagangan bebas ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) dengan tariff 0% telah memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap keberlangsungan Industri Kecil Menengah (IKM). Di mana, perdagangan bebas ini membuat harga cenderung naik dan omset cenderung turun. Hala ini menunjukkan bahwa produk-produk China telah membanjiri pasar local, terutama sejak diterapkannya ACFTA.
Adanya liberalisasi perdagangan dunia menimbulkan banyak dampak bagi masing-masing negara. dampak-dampak yang diperoleh tergantung dari kekuatan ekonomi politik yang diterapkan oleh masing-masing pemerintah negara-negara tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekuatan ekonomi politik yang lebih rendah di bandingkan dengan beberapa negara maju didunia. Oleh sebab itu, perlu adanya penguatan ekonomi politik dari pemerintah untuk mendongkrak posisi Indonesia di mata dunia.
SARAN
Saran Dari penelitian makalah ini, pemerintah sebaiknya memanfaatkan kecanggihan teknologi yang ada dalam Peningkatan pendidikan untuk menghadapi pasar bebas tahun 2015 nanti.
Sumber :
http://windichairunisa.blogspot.com/2015/03/peranan-perbankan-menghadapi-pasar.html
http://www.husainspiratif.com/post/90271523241/menghadapi-pasar-bebas-asean-2015-apa-saja-yang
http://id.wikipedia.org/wiki/Kawasan_Perdagangan_Bebas_ASEAN
https://soetanto.wordpress.com/indonesia-siap-tidak-siap-mesti-siap/
https://masrianisaidin.wordpress.com/pengaruh-perdagangan-bebas-asean-china-acfta-terhadap-perekomian-indonesia/
http://rohmatheri.blogspot.com/2014/11/makalah-upaya-indonesia-dalam.html
Ketika persetujuan AFTA ditandatangani resmi, ASEAN memiliki enam anggota, yaitu, Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung pada 1995, Laos dan Myanmar pada 1997 dan Kamboja pada 1999. AFTA sekarang terdiri dari sepuluh negara ASEAN. Keempat pendatang baru tersebut dibutuhkan untuk menandatangani persetujuan AFTA untuk bergabung ke dalam ASEAN, namun diberi kelonggaran waktu untuk memenuhi kewajiban penurunan tarif AFTA.
Siapkah Indonesia dengan adanya perdagangan internasional seperti pasar ASEAN?
Perdagangan internasional…Rasanya kata-kata itu semakin lama semakin akrab ditelinga kita. Rasanya tidak pernah terdengar istilah pertanian internasional atau industri internasional. Kalau untuk kedua sektor terakhir yang saya sebut itu istilah yang lazim terdengar ya misalnya pengembangan industri atau pengembangan pertanian. Ok lah, kita kembali kepada topik kita yaitu perdagangan internasional. Kata perdagangan biasanya bisa tetap “bunyi” kalau dikaitkan dengan kata “global” atau “liberalisasi”. Misalnya Perdagangan Global atau Liberalisasi Perdagangan. Bukan tujuan saya untuk tulis yang “berat” untuk urusan yang satu ini. Biar para pakar ekonomi yang bicara lebih “ilmiah” dalam tulisan mereka. Saya cuma mengamati bahwa Indonesia ini dengan berbagai potensi yang ada tidak bisa lepas dari urusan yang satu ini. Indonesia sangat punya kepentingan dalam menempatkan dirinya dalam kancah internasional alias hubungan antar bangsa. Sebaliknya, dunia juga sangat berkepentingan dengan Indonesia dengan mempertimbangkan potensinya. Begitu yakinnya kita atas kedudukan dan potensi negeri kita tercinta ini sampai sebuah institusi pemerintah yang mengurus masalah perdagangan juga punya slogan “Apa Artinya Dunia tanpa Indonesia”. Hebat bukan??? Rasanya slogan itu tidak salah. Bukannya terlalu “gede rasa” alias GR, namun kenyataan menunjukkan demikian. Bisa apa ASEAN Economic Community 2015 tanpa Indonesia? Mau apa WTO kalau Indonesia tidak mau menuruti sistem perdagangan multilateral yang ada? Mau apa negara anggota ASEAN lainnya kalau Indonesia tidak mau bersama-sama mereka buat persetujuan perdagangan bebas dengan pihak lain seperti China, Korea, Australia/New Zealand, India dan lain-lain? Mau apa Jepang atau negara-negara lainnya kalau Indonesia tidak berkehendak buat persetujuan perdagangan bebas secara bilateral dengan mereka? Ya…bisa apa mereka terhadap Indonesia yang letaknya strategis dengan berbagai jenis kekayaan alamnya dan jumlah penduduk yang lebih dari 200 juta. Ya…slogan tersebut diatas kalau mau ditafsirkan bisa seperti yang saya sebutkan diatas. Tapi apakah Indonesia akan bersikap seperti itu? Rasanya tidak karena bangsa Ini dikenal sebagai bangsa yang ramah dan sejak dahulu kala sangat terbuka terhadap ide dan pemikiran dari manapun juga, sehingga dapat dipastikan secara umum mempunyai sikap yang toleran. Hal ini dibuktikan dengan peran aktif Indonesia pada berbagai arena internasional baik politik, ekonomi dan budaya. Di arena perdagangan multilateral, Indonesia walaupun namanya masih Republik Indonesia Serikat mulai 28 Desember 1949 sudah mulai berkecimpung dalam Interim Commission for International Trade Organization (sebelum GATT bahkan WTO terbentuk), kemudian termasuk salah satu negara pendiri World Trade Organization alias WTO pada tahun 1995. Untuk ASEAN?? Wah jangan tanya untuk yang satu ini. Selain sebagai anggota awal (bahkan pengagas) ASEAN, peran Indonesia termasuk dalam upaya membuat kawasan ini damai dan maju jelas tidak bisa dikesampingkan. Di bidang perdagangan, secara bersama membuat preferensi perdagangan antar negara anggota ASEAN, terus membentuk Area Perdagangan Bebas ASEAN alias AFTA sampai kepada cita-cita membuat kawasan ini terintegrasi secara ekonomi dalam bentuk Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) pada tahun 2020 selanjutnya dengan yakin diri diajukan target waktunya menjadi 2015. Dalam kerjasama kawasan yang lebih luas yaitu di Asia Pasifik, dikenal juga Deklarasi Bogor yang punya cita-cita membebaskan arus lalu lintas perdagangan dari berbagai hambatan pada tahun 2010 untuk anggota APEC yang ekonominya maju dan pada tahun 2020 untuk anggota APEC yang ekonominya masih berkembang. Pada arena kerjasama bilateral, dibidang perdagangan kerjasamanya bisa bermacam-macam mulai dari persetujuan yang sifatnya memfasilitasi hubungan perdagangan sampai kepada kerjasama saling memberi preferensi perdagangan bahkan lebih luas lagi dalam bentuk persetujuan perdagangan bebas maupun kerjasama ekonomi perdagangan bilateral yang lebih komprehensif. Dalam kaitan ini sudah diselesaikan proses perundingan dengan Jepang dan terbentuk suatu kerjasama ekonomi yang sifatnya komprehensif antara Indonesia dengan Jepang. Sejumlah negara lain bakal menyusul seperti dengan Australia dan India dan mungkin juga dengan kelompok negara seperti EFTA di benua Eropa. Semua yang saya utarakan diatas menggambarkan bahwa bangsa ini sudah teruji untuk bertahan ditengah perubahan dan dinamika dalam kancah hubungan internasional sejak dulu. Soal kesiapan ya memang harus selalu siap. Bayangkan para pendahulu kita dalam kancah diplomasi perdagangan internasional yang kalau dipikir-pikir jumlahnya pasti sangat terbatas dengan fasilitas maupun dukungan anggaran yang tentunya tidak selengkap sekarang. Apalagi kalau bicara tentang keterbatasan sumber daya manusia, mestinya ya sangat…sangat terbatas waktu itu. Nah disini ujung dari hal yang saya pikirkan. Bangsa kita bukanlah bangsa yang tertutup bahkan sangat terbuka. Keterbukaan ini membuat kita disatu sisi membuat kita bisa lebih dapat mengembangkan diri namun disisi lainnya memerlukan kesiapan kita untuk tetap bertahan. Yang terakhir ini penting sekali karena jaman sekarang ini tipis beda antara “kerjasama” dan “dikerjain sama-sama”. Kita tentunya ingin kerjasama yang sejajar bukan dikerjain apalagi dikerjain secara bersama-sama oleh pihak lain. Disini diperlukan kesiapan untuk terus menerus bersiap termasuk meningkatkan kapasitas kita semua, kapasitas seluruh bangsa kita. Indonesiaku….siap tidak siap kita mesti siap. Kalau mengacu kepada Soekarno sang Bapak Bangsa ingat seruan beliau “Ini Dadaku – Mana Dadamu!!!”. Kayaknya masih relevan dalam konteks saat ini. Kita pasti siap. Merdeka!!!
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan diterapkannya perdagangan bebas ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) dengan tariff 0% telah memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap keberlangsungan Industri Kecil Menengah (IKM). Di mana, perdagangan bebas ini membuat harga cenderung naik dan omset cenderung turun. Hala ini menunjukkan bahwa produk-produk China telah membanjiri pasar local, terutama sejak diterapkannya ACFTA.
Adanya liberalisasi perdagangan dunia menimbulkan banyak dampak bagi masing-masing negara. dampak-dampak yang diperoleh tergantung dari kekuatan ekonomi politik yang diterapkan oleh masing-masing pemerintah negara-negara tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekuatan ekonomi politik yang lebih rendah di bandingkan dengan beberapa negara maju didunia. Oleh sebab itu, perlu adanya penguatan ekonomi politik dari pemerintah untuk mendongkrak posisi Indonesia di mata dunia.
SARAN
Saran Dari penelitian makalah ini, pemerintah sebaiknya memanfaatkan kecanggihan teknologi yang ada dalam Peningkatan pendidikan untuk menghadapi pasar bebas tahun 2015 nanti.
Sumber :
http://windichairunisa.blogspot.com/2015/03/peranan-perbankan-menghadapi-pasar.html
http://www.husainspiratif.com/post/90271523241/menghadapi-pasar-bebas-asean-2015-apa-saja-yang
http://id.wikipedia.org/wiki/Kawasan_Perdagangan_Bebas_ASEAN
https://soetanto.wordpress.com/indonesia-siap-tidak-siap-mesti-siap/
https://masrianisaidin.wordpress.com/pengaruh-perdagangan-bebas-asean-china-acfta-terhadap-perekomian-indonesia/
http://rohmatheri.blogspot.com/2014/11/makalah-upaya-indonesia-dalam.html
THANKYOU ATAS KRITIK TENTANG PENDAPATAN PASAR BEBAS ASEAN Visit Us
BalasHapus