1. LATAR BELAKANG
Perbedaan sumber alam, ilmu pengetahuan
dan sumber daya manusia antara negara satu dengan negara lainnya
menyebabkan negara-negara tersebut saling membutuhkan dan saling
mempunyai ketergantungan baik dalam bidang ekonomi, tenaga kerja maupun
hasil-hasil sumber daya alam yang belum diolah ataupun hasil-hasil
produksi. Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan tehnologi
perhubungan khususnya pengangkutan dan telekomunikasi pada masa sekarang
ini maka perbedaan dan ketergantungan antara negara tersebut tidak
sulit lagi diatasi. Hasil atau produk yang berlebihan dalam suatu
negara dengan mudah ditawarkan pada layar kaca kecil (televisi) melalui
internet untuk dijual keluar negarI demikian pula kebutuhan dalam suatu
negara yang tidak dapat diproduk atau dihasilkan sendiri dapat dibeli
dari luar negeri.dengan mudah. Perdagangan
antar negara sekarang ini sudah merupakan hal yang umum dan biasa.
Transaksi dapat berjalan lancar dan dalam waktu yang tidak lama. Jika
dibandingkan pada masa 15 tahun sebelumnya dimana peralatan dan sarana
belum memadai sehingga untuk melakukan suatu transaksi internasional
membutuhkan waktu yang lama. Peningkatan tehnologi dalam segala bidang
ini sangat membantu negara-negara yang membutuhkan bantuan negara lain
untuk mengolahnya produk yang dihasilkan dalam negerinya tetapi masih
dalam bentuk setengah jadi. Pedagang, dalam hal ini eksportir/penjual
dan importir/pembeli dalam melakukan transaksi melahirkan hak dan
kewajiban, baik bagi pihak eksportir maupun bagi pihak importir.
Eksporitr wajib menyerahkan barang sesuai dengan perjanjian dan berhak
menerima sejumlah pembayaran atas harga barang yang telah
diserahkan/dijual. Sedangkan importir wajib menyerahkan sejumlah uang
untuk membayar atau melunasi harga barang yang telah diterima/ dibeli
dan berhak menuntut penyerahan barang yang telah dibayar/dilunasi
harganya tersebut.
Transaksi perdagangan yang
para pihaknya berada disuatu tempat yang sama dan saling berhadapan,
maka pemenuhan hak dan kewajibannya tidak mengalami banyak masalah
karena hak dan kewajiban tersebut dapat dilaksanakan secara langsung
(cash and carry). Akan tetapi apabila pembeli dan penjualnya terpisah,
antar negara, maka akan menimbulkan beberapa masalah karena
perbedaan-perbedaan yang antara lain :
– perbedaan penerapan peraturan oleh sistem hukum masing-masing negara
Dalam
perdagangan internasional sering terjadi bahwa suatu perjanjian jual
beli tidak dapat terlaksana dengan baik disebabkan adanya larangan dari
Pemerintah setempat untuk membeli (mengimpor) atau menjual (mengekspor)
komoditi tertentu yang merupakan obyek jual beli.
– perbedaan penggunaan mata uang dalam bertransaksi
Penggunaan mata uang asing, nilai tukar
mata uang asing tersebut terhadap mata uang setempat harus
diperhitungkan dengan cermat agar pihak pembeli tetap mampu membayar
bila terjadi devaluasi pada saat harus membayar harga barang yang
diterima atau pihak penjual tetap memenuhi standar mutu barang sesuai
dengan perjanjian meskipun harus mengalami kerugian.
– perbedaan kebiasaan-kebiasaan umum termasuk istilah-istilah setempat.
Demikian pula dalam melakukan pembayaran transaksi face to face
, pembeli akan melakukan pembayaran atas harga barang yang
dibeli/diterimanya jika ia telah merasa yakin bahwa kondisi barang yang
diterimanya itu sudah sesuai dengan kehendaknya, baik mutu maupun
jumlahnya sehingga terjadilan pembayaran secara tunai (cash payment) atau
secara kredit. Dalam perdagangan internasional, para pihak tidak
berhadapan langsung dan barang yang akan dibeli juga tidak dilihat atau
diteliti secara langsung sehingga adalah sangat berisiko tinggi apabila
pembeli langsung melakukan pembayaran harga barang yang belum diterima.
Di Indonesia, ketentuan perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 Buku III Bab V Burgerlijk Wetboek (BW).
Dari 83 pasal ini, tidak satupun pasal yang mengatur tentang cara
pembayaran yang harus digunakan dalam perdagangan. Hal ini disebabkan
karena sistem hukum perjanjian di Indonesia menganut sistem terbuka
dengan azas kebebasan berkontrak, azas konsensualitas terbuka dan azas
kekuatan mengikat dari perjanjian. Ketentuan-ketentuan dalam BW hanya
mengatur hal-hal pokok tentang perjanjian jual beli yang umumnya
bersifat pelengkap dan akan digunakan jika ada hal-hal yang belum diatur
pada perjanjian para pihak. Misalnya dalam Pasal 1478 BW diatur
bahwa penjual tidak wajib menyerahkan barang jika pembeli belum
melakukan pembayaran. Apabila dalam perjanjian jual beli antara penjual
dengan pembeli disyaratkan bahwa penjual harus menyerahkan barangnya
terlebih dahulu kemudian setelah pembeli menerima barang tersebut baru
dilakukan pembayaran maka jika penjual menolak menyerahkan barang dengan
alasan pembeli belum membayar maka penjual dapat dianggap wanprestasi.
Ketentuan mengenai pembayaran, hanya disebutkan dalam pasal-pasal tentang kewajiban pembeli, yaitu Pasal 1513 BW,
bahwa kewajiban utama Pembeli adalah membayar harga pembelian pada
waktu dan tempat yang ditentukan dalam perjanjian dan Pasal 1514 BW
mengatur bahwa jika penentuan waktu dan tempat tidak diperjanjikan maka
akan dilakukan pada waktu terjadi penyerahan barang. Jadi yang diatur
hanya mengenai waktu dan tempat pembayaran bukan cara pembayaran,
sehingga para pihak bisa menentukan sendiri cara pembayaran dalam
perjanjian mereka.
Pembayaran pada transaksi dunia
perdagangan di samping dilakukan dengan cara tunai (cash payment),
dikenal pula beberapa cara lain, yaitu :
- Pembayaran dimuka (Advance Payment)
Pembayaran yang dilakukan terlebih
dahulu oleh pembeli kepada penjual sebelum barang diterima, bahkan
barang tersebut belum dikapalkan. Dalam pembayaran ini kedudukan antara
pembeli dengan penjual tidak seimbang, artinya kedudukan penjual sangat
diuntungkan karena penjual telah menerima pembayaran dari barang yang
belum dikirim sedang pembeli menghadapi risiko pengiriman barang yang
sepenuhnya tergantung dari penjual.
- Pembayaran Kemudian (Open Payment)
Pembayaran ini kebalikan dari pembayaran
dimuka, dimana pembayaran baru akan dilakukan oleh pembeli setelah
menerima barang yang dipesannya. Dalam pembayaran ini kedudukan pembeli
lebih diuntungkan karena pembeli telah menerima barang yang belum
dibayar sehingga penjual akan menghadapi risiko pembayaran yang
sepenuhnya tergantung pada pembeli. Pembayaran ini sering juga dikenal
dengan istilah Open Account.
- Collection Draft (Wesel Inkasso)
Pembayaran hanya akan dilakukan oleh
pembeli kepada penjual jika pembeli telah menerima dokumen-dokumen
barang baik berupa financial document maupun commercial document yang
dikirim oleh penjual.
- Konsinyasi (Consigment)
Pembayaran akan dilakukan oleh pembeli
jika barang yang dititipkan oleh penjual sudah terjual semuanya. Jadi
pembeli dalam hal ini hanya sebagai tempat penitipan untuk menjualkan
barang. Apabila barang yang dititip jual tersebut belum terjual maka
penjual tidak bisa menuntut pembayaran dari pembeli meskipun barang
tersebut telah lama berada ditangan pembeli. Pembayaran ini jelas lebih
menguntungkan pembeli, karena pembeli tidak perlu menyediakan modal dan
tidak menghadapi risiko kerugian akibat barang yang dijualnya tidak
laku. Kebalikannya, penjual menghadapi risiko pembayaran yang sangat
tergantung kepada niat baik pembeli.
- Surat Kredit Berdokumen (Letter of Credit)
Surat Kredit Berdokumen atau Letter of Credit yang biasa disingkat dengan
L/C, merupakan surat yang diterbitkan oleh bank atas nama nasabahnya
yang bertindak sebagai pembeli untuk kepentingan penjual/beneficiary,
yang berisikan kesanggupan membayar sejumlah tertentu kepada
penjual/beneficiary melalui bank beneficiary jika beneficiary melengkapi
semua dokumen yang disebutkan dalam L/C tersebut dan menyerahkannya
kepada bank beneficiary.
Dari berbagai cara pembayaran yang dikenal dalam dunia perdagangan maka cara pembayaran dengan letter of credit
lah yang paling menguntungkan kedua belah pihak karena kedudukan
pembeli / importir maupun penjual / eksportir seimbang. Impotir
menyerahkan sejumlah uang yang merupakan pembayaran atas harga pembelian
barangnya kepada bank untuk dibukakan atau diterbitkan L/C yang
ditujukan kepada eksportir melalui bank korespondennya di tempat
eksportir berada. Selanjutnya eksportir menyediakan semua dokumen yang
disyaratkan dalam L/C tersebut dan menyerahkan ke bank untuk
dinegosiasikan. Jadi secara otomatis dan tanpa syarat apapun eksportir
melalui perantara Bank Pembuka L/C dan Bank Pembayar akan membayar
kepada eksportir jika dokumen-dokumen yang disyaratkan dalam L/C
tersebut telah dipenuhi oleh eksportir dan diserahkan ke Bank Pembayar.
Kedudukan bank dalam hal ini hanya bertindak sebagai penengah atau
perantara karena tidak memihak kepada importir maupun eksportir pada
waktu pembayaran dilakukan dan juga sekaligus bertindak sebagai
penjamin karena:
a. Bank telah dipercaya dan dikenal bonafiditasnya baik oleh si pembeli maupun oleh sipenjual.
b. Sesuai fungsinya yang berkecimpung
dibidang keuangan yang setiap transaksi perdagangannya baik dalam bentuk
rupiah maupun dalam bentuk valas dimonitori oleh Pemerintah.
c. Bank tertentu, yang telah mempunyai
hubungan operasionil keseluruhan dunia sehingga memudahkan pelaksanaan
mekanisme pembayaran melalui bank.
Itulah sebabnya maka cara pembayaran dengan L/C yang paling aman dan banyak digunakan dalam perdagangan internasional.
2. PERMASALAHAN
Dari berbagai uraian yang telah
dikemukakan dalam latar belakang masalah di atas maka yang akan menjadi
pokok masalah dalam tulisan ini adalah:
- Sejauh manakah keamanan cara pembayaran dengan L/C pada perdagangan internasional ?
- Apakah cara pembayaran dengan L/C pada perdagangan internasional dapat dibatalkan?
3. PEMBAHASAN
Dasar hukum penggunaan L/C sebagai cara
pembayaran adalah Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 yang mana
dalam Pasal 3 ayat 1 Peraturan Pemerintah ini mengemukakan bahwa
pembayaran ekspor dan impor dapat dilakukan dengan metode Letter of
Credit dan metode Non Letter of Credit. Dalam pelaksanaannya L/C yang
digunakan adalah yang diatur dalam Uniform Custom and Practice for Documentary Credit,
Revisi 1993, Publikasi ICC No. 500 atau biasa disingkat menjadi UCP
No. 500 Revisi 1993, hal ini dikemukakan dalam ketentuan pelaksanaan
Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1982 yaitu Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 dan mulai berlaku di Indonesia
pada tanggal 1 Januari 1994 sampai saat ini.
Jenis-Jenis L/C :
L/C yang dapat diterbitkan oleh bank bermacam-macam sifat dan jenisnya, antara lain :
- Revocable Letter Of Credit
L/C yang dapat ditarik kembali atau
dibatalkan kapan saja dan tidak mengikat pihak manapun juga walaupun
tanggal jatuh temponya belum berakhir.
Bentuk L/C ini sangat jarang digunakan
dalam transaksi perdagangan, baik dalam perdagangan ekspor impor maupun
dalam perdagangan interinsuler karena risiko yang sangat besar. L/C ini
sewaktu-waktu dapat ditarik atau dibatalkan oleh pihak pembuka L/C
tanpa pemberitahuan terlebih dahulu ke pihak lainnya yang ada
hubungannya dengan L/C tersebut dengan syarat pihak pembuka L/C harus
membayar kembali kepada pihak bank lain yang telah melakukan pembayaran
sebelum menerima pemberitahuan pembatalan ini.
Bentuk L/C ini hanya menguntungkan pihak
pembeli dan sangat merugikan pihak penjual. Posisi penjual setiap
saat bisa dirugikan meskipun kesalahan / kelalaian bukan berada
dipihaknya. Menurut Hartono Hadisoeprapto (1984: 30), revocable L/C
ini akan menempatkan penjual dalam posisi yang kurang menguntungkan dan
bank di Indonesia dilarang untuk menerbitkan revocable L/C.
- Irrevocable Letter Of Credit
L/C yang tidak dapat ditarik kembali atau
tidak dapat dibatalkan secara sepihak tanpa persetujuan dari
pihak-pihak yang terlibat, yakni pembeli, penjual dan pihak bank yang
bersangkutan sebelum masa berlakunya berakhir. Selama masih dalam
jangka waktu berlaku L/C tersebut, pembayaran L/C itu tetap dijamin
oleh bank pembuka. Untuk melakukan perubahan atas L/C ini jika ada
kekeliruan maka harus sepengetahuan dan ada persertujuan dari penjual
dan pihak bank pembuka L/C. Berdasarkan pembayaran yang akan dilakukan
oleh bank pembuka maka Irrevocable L/C ini terbagi atas 2 macam,
yaitu:
a. Irrevocable Unconfirmed L/C
Irrevocable L/C yang hanya diadvis
(dikonfirmasikan/diteruskan) melalui bank lain tanpa ada kewajiban lain
lagi bagi bank tersebut, misalnya menjamin pembayaran L/C itu dari
Advising Bank atau Bank Penerus tersebut.
b. Irrevocable Confirmed L/C
Irrevocable L/C yang disamping diadviskan
ke bank lain juga Advising Bank tersebut menjamin pembayaran L/C itu,
disamping oleh Bank Pembuka. L/C ini merupakan L/C yang paling aman
bagi penjual karena disamping tidak bisa dibatalkan tanpa persetujuan
dari semua pihak yang terlibat dalam L/C tersebut juga pembayarannya
masih dijamin oleh Advising Bank dan Opening Bank.
- Usance L/C
L/C yang pembayarannya dilakukan oleh
negotiating bank atau bank pembayar ke penjual pada saat jatuh tempo
waktu yang ditentukan dalam L/C tersebut. Jadi barang sudah dikapalkan
dan semua dokumen yang disyaratkan dalam L/C tersebut sudah diserahkan
ke negotiating bank atau bank pembayar tetapi pembayarannya masih harus
menunggu suatu jangka waktu tertentu —sesuai dengan yang ditentukan
dalam L/C— baru dilakukan oleh negotiating bank atau bank pembayar ke
penjual. Jangka waktu pembayaran ini bervariasi antara 30 hari sampai
360 hari setelah tanggal pengapalan barang.
- Sight L/C
L/C yang pembayarannya dilakukan oleh
negotiating bank atau bank pembayar ke penjual pada saat barang sudah
dikapalkan dan semua dokumen yang disyaratkan dalam L/C tersebut sudah
diserahkan ke negotiating bank atau bank pembayar.
- Red Clause L/C
L/C yang pembayarannya dilakukan oleh
negotiating bank atau bank pembayar ke penjual yang juga merupakan
penerima L/C, pada saat penjual menerima L/C tersebut. Jadi pembayaran
sebesar nilai L/C atau sejumlah persentase tertentu dari nilai L/C sudah
dilakukan meskipun barang belum dikapalkan dan semua dokumen yang
disyaratkan dalam L/C tersebut juga belum diserahkan ke negotiating
bank atau paying bank.
- Transferable L/C
L/C yang dapat dipindah tangankan atau
dijual oleh eksportir kepada pihak ketiga. Meskipun transferable L/C
ini dapat dipindah tangankan atau dijual tetapi L/C ini bukan merupakan
surat berharga, yaitu surat yang dapat diperdagangkan karena L/C ini
hanya boleh dipindah tangankan satu kali saja.
- Non Transferable L/C
L/C yang tidak dapat dipindah
tangankan atau tidak dapat dijual oleh eksportir kepada pihak
ketiga. Yang berhak atas L/C tersebut hanyalah eksportir/penjual yang
namanya dissebut secara jelas dalam L/C tersebut.
- Documentary L/C
L/C yang mewajibkan penjual untuk menyerahkan:
– transport document, berupa dokumen barang dan dokumen pengapalan yang merupakan bukti pemilikan barang; dan
– financial document, berupa bill of exchange atau wesel untuk mendapatkan pembayaran L/C tersebut dari bank pembayar.
- Clean L/C
L/C yang hanya mewajibkan penjual untuk
menyerahkan financial document berupa bill of exchange atau wesel
untuk mendapatkan pembayaran L/C tersebut dari bank pembayar.
- Revolving L/C
L/C yang secara otomatis bisa berlaku
berulang kali tanpa membuka L/C baru lagi. L/C ini digunakan untuk
pengiriman barang yang tidak sekaligus tetapi secara bertahap dimana
setiap kali pengiriman barang, jumlah barang yang dikirim dan nilai
nominal L/C tersebut selalu sama. L/C ini baru berakhir apabila total
jumlah pengiriman barang telah sama dengan kontraknya.
Berdasarkan sifatnya, maka Revolving L/C ini dibedakan atas:
– Revolving L/C Commulative
Nilai L/C yang belum direalisasi akan
digunakan untuk pengiriman barang selanjutnya sehingga pada penggunaan
terakhir L/C ini, total nilai tahapan tersebut sama dengan nilai semula.
– Revolving L/C Non-Commulative
Nilai L/C yang direalisasi jika ada
sisanya, maka sisanya ini dihapus dan untuk penggunaan berikutnya tetap
akan menggunakan nilai L/C yang semula. Jadi setiap kali penggunaan L/C
ini nilainya selalu sama meskipun realisasinya tidak sama dan hanya
dapat digunakan selama jangka waktu L/C belum berakhir.
- Back to Back L/C
L/C yang diterbitkan oleh bank pembuka
atas permintaan nasabahnya (yang akan menerima L/C) dengan menjaminkan
L/C yang akan diterimanya pada bank pembuka tersebut. L/C yang
dijadikan jaminan ini biasanya disebut Master L/C atau L/C Induk. Dalam
hal ini bank pembuka back to back L/C adalah juga merupakan bank
pembayar atas Master L/C atau Induk L/C dan kedudukan penerima Master
L/C adalah sebagai penjual dan kedudukannya terhadap back to back L/C
adalah sebagai pembeli.
- Standby L/C
Clean L/C yang diterbitkan oleh bank
pembuka untuk dijadikan jaminan atau garansi atas suatu transaksi yang
memerlukan pembayaran secara bertahap.
Proses Penerbitan dan pembayaran Letter of Credit
Dalam proses dan mekanisme Letter of
Credit menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 29/150/KEP/DIR
tanggal 31 Desember 1996 dikemukakan 2 hal utama, yaitu:
1. Proses Penerbitan Letter of Credit
Setiap permohonan penerbitan Letter of Credit oleh Pembeli pada bank harus disertai perjanjian jual beli atau sales contract antara Pembeli itu dengan Penjual -orang yang tercantum namanya sebagai penerima L/C-. Sales Contract ini merupakan dasar untuk membuka L/C, karena apa yang disyaratkan dalam sales contract
inilah yang dituangkan menjadi syarat L/C pula. Mulai dari jenis
barang yang dibeli, kapan barang tersebut harus dikirim atau dikapalkan,
harga, kuantitas, kualitas barang yang dikirim dan syarat/cara
pembayarannya. Kesepakatan antara Penjual dengan Pembeli bahwa cara
pembayaran dengan L/C mengharuskan Pembeli yang merupakan pihak pemohon
pembukaan L/C, memohon ke bank agar diterbitkan L/C dengan
syarat-syarat yang sama dalam sales contractnya dan syarat-syarat umum
lainnya.
Proses terbitnya suatu L/C, mulai dari
masuknya permohonan pembukaan L/C sampai diterbitkannya L/C tersebut
secara umum adalah sebagai berikut :
- Pembeli atau Applicant menghubungi banknya dan menyatakan maksudnya akan membuka L/C, dengan mengisi formulir permohonan pembukaan L/C yang sudah dibakukan dari bank. Dalam formulir tersebut telah tersedia kolom tentang kondisi/syarat yang dikehendaki Pembeli/Applicant dalam L/C nya.
- Formulir permohonan dari Pembeli/Applicant akan diperiksa apakah tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Jika tidak dan setelah pemohon menyerahkan sejumlah dana sebagai jaminan atas penerbitan L/C maka bank ini akan menerbitkan L/C, yang telah diberi nomor register dan tanggal penerbitan L/C tersebut. Bank yang menerbitkan L/C ini disebut Opening Bank / Issuing Bank. Opening Bank akan meneruskan L/C nya langsung ke bank Penjual apabila bank Penjual tersebut adalah koresponden banknya, jika bukan maka akan melalui bantuan bank penerus ke bank Penjual. Kedudukan bank Penjual sebagai Paying Bank / negotiation Bank, tergantung dari hubungannya dengan issuing Bank dan syarat dari L/C itu sendiri.
- Bank Penerima L/C akan meneruskan L/C itu ke Bank Penjual apabila Bank Penjual merupakan bank penerus dan Bank Penjual akan menghubungi Penjual untuk menyampaikan bahwa ada L/C untuknya.
Jadi dalam proses penerbitan L/C ini minimal melibatkan 4 pihak, yaitu:
– Pembeli / importir / applicant , yang juga merupakan pihak pemohon
penerbitan L/C;
– Opening /Issuing Bank , pihak yang menerbitkan L/C
– Paying / Negotiating Bank, pihak yang meneruskan L/C ke penjual
– Penjual / Beneficier / eksportir, pihak penerima L/C.
Ad.2. Proses Pembayaran Letter of Credit
Setelah suatu L/C yang telah
diterima oleh Bank Penjual dan memberikan ke Penjual maka proses
pembayaran L/C tersebut adalah sebagai berikut:
- Berdasarkan L/C yang diterima, Penjual menyiapkan barang yang akan dikirim dan sekaligus mengurus semua perlengkapan dokumen-dokumen yang disyaratkan dalam L/C tersebut lalu menyerahkan ke pihak bank Penjual.
- Bank Penjual yang bisa merupakan Paying Bank atau Negotiating Bank itu akan menerima dokumen dari Penjual dan memeriksanya. Bila dokumen-dokumen tersebut sudah sesuai dengan yang disyaratkan dalam L/C maka bank akan mengambil alih atau menerima semua dokumennya dan melakukan pembayaran kepada Penjual sebesar nilai nominal yang tercantum dalam L/C setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang telah ditetapkan oleh bank.
- Selanjutnya Paying Bank mengirim dokumen-dokumen yang diterima dari Penjual ke issuing Bank. Bank Pembayar hanya akan mengirim dokumen barang ke issuing Bank jika Bank Pembuka adalah Bank Penegosiasi dan dokumen keuangannya (financial documents) ke Bank Tertarik. Penentuan suatu Bank Pembuka adalah Bank Penegosiasi atau Bank Tertarik atau kedua-duanya tergantung dari hubungan Bank Pembuka dengan Bank Penegosiasi atau Bank Tertarik dan hal ini sudah ditentukan dalam L/C nya.
- Setelah Bank Pembuka -baik sebagai Bank Penegosiasi atau Bank Tertarik atau kedua-duanya- menerima dokumen tersebut maka diperiksanya. Jika dokumen-dokumen itu sudah sesuai dengan syarat yang diminta dalam L/C maka Bank Pembuka atau Bank Tertarik akan membayar kepada Bank Pembayar atas biaya-biaya yang telah dikeluarkannya. Sedangkan Bank Penegosiasi tidak akan melakukan lagi pembayaran ke Bank Pembayar.
- Bank Pembuka menyampaikan ke pembeli bahwa dokumen-dokumen atas L/C yang dibuka telah ada.
- Pembeli membayar semua biaya yang telah dikeluarkan oleh Bank Pembuka setelah diperhitungkan dengan jaminan awal yang telah diserahkan Pembeli pada waktu L/C akan diterbitkan.
- Bank menyerahkan dokumen-dokumen tersebut kepada Pembeli dan dokumen-dokumen itu kemudian digunakan untuk pengambilan barang oleh Pembeli.
Dari proses penerbitan dan
pembayaran Letter of Credit dapat dilihat bahwa yang menentukan
dilakukannya pembayaran atas suatu L/C tergantung pada kelengkapan
dokumen yang ditentukan dalam L/C. Secara garis besar dokumen-dokumen
L/C ada 2 macam, yaitu :
- dokumen financial, yang terdiri dari wesel/draft
- dokumen barang, yang antara lain adalah commercial Invoice, Bill of Laiding, Packing List, Insurance Policy, Certificate of Origin, Certificate of Quality, Certificate of Health, PEB dan lain-lain tergantung dari jenis barang yang diperjual belikan.
Jenis dokumen barang yang disyaratkan
dalam L/C ini tergantung dari kesepakatan para pihak apa yang diinginkan
selain mengikuti kebiasaan umum dalam perdangan jenis objek jual beli
tersebut.
Apabila dokumen yang
disyaratkan dalam L/C tidak sama persis dengan dokumen yang diajukan
oleh eksportir atau terdapat penyimpangan-penyimpangan maka yang dapat
dilakukan oleh Paying Bank adalah :
- menunda pembayaran dan mengembalikan dokumen tersebut ke eksportir untuk diperbaiki.
- menyarankan / meminta agar eksportir segera menghubungi importir untuk dilakukan perubahan/amandement atas syarat-syarat L/C agar sesuai dengan kondisi dokumen eksportir.
- melakukan pembayaran dengan ada jaminan dari eksportir bahwa pembayaran akan dikembalikan apabila issuing bank menolak melakukan pembayaran karena penyimpangan tersebut.
Paying Bank tidak berwenang untuk merubah
atau menafsirkan lain persyaratan dokumen dalam L/C. Apabila atas
inisiatif Paying Bank melakukan pembayaran terhadap L/C yang
persyaratannya tidak sesuai dengan L/C maka issuing bank berhak
menolak penggantian uang paying bank yang telah diterima oleh
eksportir, hal ini merupakan tanggung jawab paying bank sendiri.
Keadaan barang yang tidak
sesuai dengan hal yang tertera dalam dokumen terlampir, ini bukan
merupakan tanggung jawab dari bank. Importir dapat menggugat eksportir
melalui pengadilan atau arbitrase, hal ini tergantung perjanjian mereka
yang mengatur tentang cara penyelesaian jika terjadi perselisihan.
Bank hanya berurusan dengan dokumen oleh karena itu tidak bertanggung
jawab terhadap kondisi barang yang sebenarnya.
Cara pembayaran dengan L/C
ini peranan bank sangat penting karena tanpa bank maka tidak ada L/C
yang diterbitkan. Tujuan bank bertindak sebagai penjamin atas transaksi
jual beli yang dilakukan oleh applicant / importir dengan beneficier /
eksportir adalah untuk mendapat profit dari jasa yang diberikan dan
disamping itu juga untuk menunjukkan eksistensinya dan reputasinya
sebagai bank yang dipercayai diluar negeri. Menurut ketentuan Bank
Indonesia maka sekali bank telah menerbitkan L/C maka tidak dapat lagi
membatalkan L/C tersebut dengan alasan apapun kecuali L/C tersebut yang
sendiri tidak berlaku lagi karena kadaluwarsa, maksudnya karena telah
melewati jangka waktu berlakunya L/C sebagaimana telah ditentukan dalam
L/C tersebut sendiri. Hal ini untuk mencegah pembatalan L/C yang dapat
merugikan salah satu pihak yang telah mengeluarkan biaya untuk
penyediaan barang. Oleh karena itu issuing bank bertanggung jawab
sepenuhnya atas L/C yang diterbitkan sepanjang semua syarat dalam L/C
telah dipenuhi.
4. KESIMPULAN
– Cara pembayaran dengan L/C pada
perdagangan internasional adalah paling aman, baik dilihat dari segi
importir maupun eksportir. Masing-masing terlindungi kepentingannya,
importir kepentingannya telah dituangkan dalam syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh eksportir. Apabila syarat-syarat yang disebutkan dalam
L/C tidak dipenuhi oleh eksportir maka eksportir tentu tidak mendapat
pembayaran dari negotiating Bank. Sedangkan kalau semua syarat dalam
L/C dipenuhi oleh eksportir maka ia berhak atas sejumlah uang yang telah
disebutkan dalam nominalL/C tersebut.
– Cara pembayaran dengan L/C pada
perdagangan internasional menurut teorinya dapat dibatalkan tetapi
menurut ketentuan yang berlaku di Indonesia maka berdasarkan Surat L/c
yang telah diterbitkan tidak dapat dibatalkan dengan alasan apapun.
5. SARAN
Melihat pentingnya fungsi L/C
sebagai salah satu cara pembayaran yang digunakan dalam perdagangan
internasional maka sebaiknya ketentuan L/C ini dibuat dalam bentuk
peraturan yang lebih tinggi misalnya Peraturan Pemerinah bukan hanya
merupakan Surat Keputusan Bank Indonesia.
Sumber:
https://hukumperdataunhas.wordpress.com/2013/07/04/peranan-letter-of-credit-lc-pada-perdagangan-internasional/
Komentar
Posting Komentar